Minggu, 16 November 2008

OBAMA DAN PEMIMPIN MUDA KITA

Terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang berkulit hitam pertama dalam usia muda (47 tahun) merupakan sebuah momentum menguatnya gagasan kepemimpinan muda di Indonesia. Kondisi ini cukup menarik untuk dijadikan rujukan Indonesia yang akan melakukan transisi kepemimpinan (pemilihan capres). Bahwa bangsa yang tengah berada dalam krisis yang berkepanjangan ini perlu melakukan perubahan secara masif untuk bangun dari keterpurukan. Salah satunya adalah dengan memunculkan pemimpin muda sebagai alternatif dari ‘muka-muka’ lama yang ada.

Usia Muda Merubah Negara
Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu mendobrak kondisi saat ini, dengan membawa kebijakan progresif yang mampu membawa Indonesia maju. Tentunya pemimpin ini tidak lahir dari sistem status quo, juga bukan berasal dari mereka yang melahirkan status quo. Pemimpin ini idealnya datang dari kalangan kaum muda, sebab di usia mudalah gagasan progresif datang, di usia mudalah seseorang mampu melakukan perubahan secara massif dan pastinya ini dikarenakan mereka belum terkungkung dengan kenyamanan status quo.
Perubahan besar oleh pemuda dapat kita lihat pada Iran yang dipimpin seorang presiden muda Ahmadinejad, yang mampu menentang hegemoni AS. Venezuela dengan Hugo Chavez-nya melakukan pembaharuan multiprogram sosial ekonomi hingga merembet di neger-negara latin. Ada pula Evo Morales presiden Bolivia yang melakukan nasionalisasi migas yang membuat perekonomian negaranya berkembang pesat. Kesemua pemimpin negara tersebut tidak hanya muda, namun mampu memberikan perubahan besar-besaran terhadap negaranya. Idealnya dalam momentum pemilihan capres 2009 Indonesia mampu melakukan hal serupa.

Pemimpin Muda Sebagai Pemimpin Alternatif
Indonesia butuh wajah baru untuk berubah menjadi lebih baik. Paling tidak untuk mampu seperti Iran di bawah Ahmadinejad, atau Venezuela di bawah Hugo Chavez dan Bolivia di tangan Evo Morales. Untuk itu Indonesia butuh pemimpin alternatif, dalam di luar yang pernah berkuasa memimpin negeri ini dan tidak memiliki keterkaitan dengan ‘dosa-dosa’ masa lalu. Maka jelas nama-nama seperti SBY, JK, Megawati ataupun Gus Dur tidak dapat masuk dalam kategorisasi ini. Pun dengan Wiranto, Prabowo, Sultan HB X. Wiranto dan Prabowo misalnya, banyak dikaitkan dalam beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada medio ‘97-‘98. Ini tentu menjadi catatan penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Pun Sultan HB X, meski memiliki catatan baik selaku satu dari empat tokoh yang dulu dikenal dengan sebutan Tokoh Ciganjur yang dianggap ikut membidani reformasi. Hanya saja fakta bahwa ketiga tokoh yang lainnya pernah merasakan tampuk kekuasaan eksekutif (Gus Dur dan Megawati) dan Legislatif (Amien Rais) barangkali memunculkan sinisme: Sultan memanfaatkan ‘giliran’.

Realitas Hukum dan Politik
Meski harapan akan munculnya pemimpin alternatif sedemikian besar, realitas menjadikan kehadiran kepemimpinan muda pada pemilihan presiden 2009 sulit untuk dilakukan. Ini mengingat pertama, secara hukum pasal 9 Undang-Undang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) mengenai batas minimum syarat pengajuan capres dari parpol yakni sebesar 20% kursi DPR atau 25 % suara sah nasional, menutup jalan munculnya pemimpin alternatif dalam Pemilu 2009. Ini dikarenakan hanya partai besar saja yang mampu untuk mengajukan capres, dan nama-nama yang beredar selama ini bukan dari kalangan muda.
Bahkan, jika sejumlah Parpol dan individu jadi mengajukan judicial review ke MK, penulis pesimis akan berhasil. Ini mengingat bahwa, MK sebagai guardiance of constitution terikat pada UUD 1945 dan sistem ketatanegaraan NKRI.

Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, yang oleh pasal 6 ayat 2 pengaturan lebih lanjut diatur dalam UU. Melihat bahwa pembatasan tersebut mengarah pada penyederhanaan parpol dalam upaya memperkuat sistem presidensil yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang dikehendaki konstitusi, kecil kemungkinan judicial review dikabulkan. Terlebih melalui gabungan parpol, parpol-parpol lain masih memungkinkan melaksanakan hak konstitusionalnya.

Kedua, banyak calon pemimpin muda yang ada berasal dari partai-partai besar dan kalah bersaing dengan para senior yang memiliki pengaruh politik lebih kuat dalam internal partai.

Ketiga, pemimpin muda yang ada muncul sekedar untuk mengisi wacana kemunculan pemimpin muda, namun mereka tidak secara serius menawarkan pemecahan konkret terhadap permasalahan-permasalahan yang tengah dihadapi bangsa.

Keempat dan yang menjadi sebuah ironi, pemimpin muda yang progresif yang berasal dari pergerakan sosial kemasyarakatan, meskipun memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin yang berpihak kepada rakyat, sulit untuk maju karena keterbatasan modal finansial dan rendahnya tingkat popularitas yang mereka miliki. Ini berpengaruh terhadap minimnya pula dukungan dari masyarakat terhadap mereka, di mana dalam alam demokrasi dukungan suara sangat dibutuhkan.

Kelima, partai-partai politik yang memiliki kemungkinan untuk mencalonkan calon presiden dari partainya sendiri rata-rata telah memilih capres yang akan mereka usung. Dan hampir sebagian besar calon tersebut merupakan wajah lama. Oleh karenanya, kemungkinan pemimpin muda untuk maju menjadi capres selain tertutup melalui jalur independen karena ketiadaannya aturan hukum, juga tertutup melalui jalur partai politik.

Berbicara Esensi
Hilangnya kesempatan pemimpin muda untuk tampil dalam kancah pilpres 2009 tidak seharusnya diikuti dengan absennya kalangan pemimpin muda dalam ajang demokrasi tersebut. Sebaliknya, meski kehilangan kesempatan menjadi kandidat capres 2009, namun mereka harus tetap mengawal perjalanan pilpres kali ini. Terlebih untuk memastikan, bahwa meskipun kandidat yang saat ini maju berasal dari golongan tua, namun mereka memang mampu dan pantas memimpin Indonesia.

Merujuk pada pemilu AS lalu, Obama terpilih tidak hanya karena dia muda, tetapi juga karena konsep kebijakan ekonomi yang ditawarkannya dianggap lebih baik oleh para pemilih. Jajak pendapat AP-CNN sebelum pemilihan menunjukkan Enam dari sepuluh pemilih menyatakan ekonomi merupakan isu terbesar melebihi satu dari sepuluh untuk perang Irak. 53% dari pemilih ini memilih Obama, unggul 9% di atas McCain (Yohanes Sulaiman, Sindo6/11/08, dari AP-CNN).

Obama menawarkan pajak progressif dengan pemotongan pajak bagi kelas menengah, menawarkan green energy untuk menjawab kebutuhan energi domestik yang sekaligus menyerap lebih dari lima juta pekerjaan baru, mengalihkan insentif bagi perusahaan Amerika yang membawa lapangan pekerjaan ke luar negara dengan kepada perusahaan-perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan domsetik. McCain pun hadir tidak dengan tangan kosong, tetapi juga dengan sejumlah formula ekonomi yang jelas dan terukur meski tetap berpegang teguh pada trickle down effect kapitalisme, McCain menawarkan insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan besar untuk mendorong kemajuan ekonomi. McCain juga memiliki konsep asuransi kesehatan yang jelas, dan tetap dengan kebijakan energii konservatif yang ekspansif.

Intinya terlepas dari perdebatan tua-muda, keduanya telah menyiapkan secara baik dan matang kebijakan-kebijakan yang akan mereka realisasikan untuk AS.

Hal inilah yang mesti dipastikan terwujud di Indonesia. Pemimpin muda memiliki kewajiban memastikan hal itu terwujud. Dan yang terpenting adalah pemimpin muda perlu untuk menyiapkan dirinya untuk menjadi the next leader of Indonesia pada pilpres 2014, mulai dari sekarang.


Referensi: Wacana Suara Merdeka Edisi 6 Agustus 2008

Oleh: Fitria Nur Fadhilah dan Umar Badarsyah
(peneliti institute for sustainable reform -insure- jakarta)

1 komentar:

coretantangan mengatakan...

ciee pipit bicara Obama :)
keren juga nih mbak pipit....


menurutku persoalannya bukan tua muda pit, meskipun memang berpengaruh pada kemampuan fisik dan ketahanannya dalam menghadapi tantangan. Namun lebih esensi dari itu adalah kapasitas moral dan intelektual.

Bayangkan aja banyak "golongan muda" (let say mahasiswa gitu ya), tawuran, free sex, hedonis, narsis, dsb. Bahkan kalo mo naas lagi ada yang berjiwa korup, bahkan udah korup. Iya kan?

So, persoalannya bukan tua muda, yang muda belum tentu lebih baik dari yang tua, begitu pun sebaliknya.

Masalah lainnya adalah (salah satunya) cara mendidik. Melihat banyak rekan sejawat yang tawuran atau mabuk-mabukan sampai yang ragu-ragu ngelihat masa depan atau pesimis. Dari situ kayaknya ada yang salah dari cara mendidik, atau pendidikannya. Soalnya banyak orang-orang yang jadi cepet marah, stigma-tis, dll. Iya gak?

Gitu aja ya pipit :)
But, tetep aja gw harus bilang kalo tulisan lo itu bagus, dan cukup mendetil. go ahead sist!

Salam,

Dimas
http://dimaspratamayuda.wordpress.com/