Senin, 01 Desember 2008

IKLAN POLITIK: SEKEDAR PARODI PENGHIBUR RAKYAT

Abstraksi

Momentum Pilpres 2009 tampaknya menarik hati tokoh-tokoh politik untuk ikut berkontestasi. Hingga kini ada banyak nama yang disebut-sebut bakal memperebutkan posisi RI 1. Mulai dari SBY dan JK yang kini berposisi sebagai incumbent, elit-elit parpol seperti Sutrisno Bachir, Prabowo Subiyanto, Wiranto, Hidayat Nur Wahid, Sri Sultan, Akbar Tanjung , Yusril Ihza Mahendra, Gus Dur. Sampai kepada orang-orang di luar parpol semisal Sutiyoso, Rizal Ramli, Fadjroel Rahman dan Ratna Sarumpaet. Pengamat politik Rizal Malarangeng sebelumnya juga sempat berniat ikut ambil bagian, namun akhirnya menunda untuk mencalonkan diri dan akan kembali di tahun 2014.
Berbagai manuver dilakukan tokoh-tokoh tersebut. Mulai dari mengunjungi tokoh sosial keagamaan untuk meminta dukungan hingga ’menggenjot’ popularitas mereka melalui iklan politik. Namun sepertinya strategi terakhir ini yang paling populer digunakan para capres untuk menaikkan tingkat popularitasnya. Bisa kita lihat dari marak bermunculannya iklan politik.

Sayangnya, iklan politik yang ada hanya sekedar menawarkan parodi politik. Hanya menawarkan kelahiran calon superhero baru, yang benar-benar akan menjadi superhero apabila ia menjadi presiden. Jika tidak, maka masing-masing superhero akan kembali ke rumahnya masing-masing, beristirahat, sambil menyiapkan parodi serupa untuk Pemilu dan Pilres 2014. Alhasil dengan kondisi seperti ini, iklan politik ada yang sebatas parodi politik, sebuah lawakan penghibur hati rakyat yang kondisinya sedang susah. Sekedar memberikan bunga tidur bagi rakyat bahwa superhero akan datang besok pagi, menyelamatkan bangsa ini. Padahal –lagi-, ke-superhero¬-an mereka hanya sebatas ada di layar televisi. Sama seperti superman, batman ataupun X-Man yang ada di televisi, dan tidak mampu menjadi nyata dalam dunia realita.

Iklan Politik : Munculnya Superhero Baru

Beberapa bulan terakhir ini rakyat dikagetkan dengan kehadiran Soetrisno Bachir (SB) dengan slogan ‘Hidup adalah Perbuatan’ yang memenuhi layar televisi, baliho-baliho di jalanan, radio, hingga bioskop. SB yang sebelumnya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, tiba-tiba saja masyarakat menjadi hafal dengan slogan ‘Hidup adalah Perbuatannya’, yang seolah-seolah mencitrakan dirinya telah melakukan kontribusi besar bagi bangsa, seperti kontribusi Chairil Anwar, Soe Hok Gie ataupun Harry Rusli yang ia catut namanya di dalam iklannya.

Publik juga tiba-tiba menjadi simpati dengan Wiranto, karena iklan politiknya yang mengkritisi Pemerintah soal kemiskinan yang terus saja melanda Indonesia. Tidak seperti yang selalu dikabarkan Pemerintah bahwa kemiskinan di Indonesia telah berkurang, Wiranto dalam iklan politiknya mengungkapkan bahwa Indonesia justru menjadi semakin miskin. Tidak ada perubahan yang berarti yang dialami bangsa ini, ini dilihat dari masih saja ada masyarakat yang memakan nasi aking sebagai panganan sehari-hari. Di dalam iklan politiknya, Wiranto digambarkan seolah-olah sebagai sang penyelamat bangsa, dan orang yang mampu membaca hati nurani bangsa. Hal ini diperkuat dengan adanya adegan Wiranto duduk bersama dengan rakyat sambil memakan nasi aking. Betapa meng-hero¬-nya Wiranto di sana. Padahal sebelumnya Wiranto merupakan ‘hantu’ di masa lalu. Oleh beberapa kalangan, ia masih dianggap bertanggung jawab kepada bangsa atas kasus Timor-Timur dan tragedi Mei 1998. Namun hadirnya iklan ini seolah ingin menghapuskan ingatan masyarakat atas bayangan masa lalunya.

Prabowo Subiyanto juga ikut hadir dengan iklan politik yang hampir sama dan senada dengan Wiranto. Iklan politiknya yang mengajak masyarakat untuk lebih memperhatikan nasib petani dengan membeli barang-barang kebutuhan pokok di pasar tradisional, merupakan keinginannya untuk dicitrakan sebagai figur yang sangat konsern terhadap rakyat kecil, dalam hal ini petani dan pedagang pasar tradisional. Ia juga ingin publik lupa terhadap dosa masa lalunya, sebagai Panglima Kostrad ia dinilai bertanggungjawab atas hilangnya mahasiswa-mahasiswa di tahun 1998.
Sementara itu Rizal Mallarangeng, seorang tokoh muda, juga mencoba menyemangati bangsa dengan iklan politiknya yang terkenal dengan ungkapan “when there is a will, there is a way”. Rizal sebagai tokoh muda, mencoba mencitrakan dirinya sebagai pemuda yang penuh dengan ide perubahan terhadap permasalahan bangsa yang sangat kompleks ini dengan ungkapan sederhananya tersebut. Rizal seolah-olah ingin tampil sebagai orang baru –new hero- yang penuh dengan optimisme untuk memperbaiki bangsa yang tengah carut-marut ini.

SBY belakangan juga ikut latah membuat iklan politik, entah sebagai respon atas kritikan-kritikan yang ada atas kinerjanya atau hanya sebatas untuk menaikkan popularitasnya. Di dalam iklan politiknya SBY mengungkapkan keberhasilan-keberhasilan dirinya selama memerintah Indonesia. Menggunakan sumber data yang berbeda dengan Wiranto, SBY mengungkapkan bahwa kemiskinan di Indonesia telah berhasil dikurangi. Pengangguran juga ikut berkurang. SBY juga mengumbar pertumbuhan ekonomi selama kepemimpinannya merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah Orde Baru. Akan tetapi pada intinya tetap sama, iklan politik yang ada hanya ditujukan untuk menggambarkan datangnya superhero baru, yang akan mengubah Indonesia dalam waktu sekejap. Bisakah?


Iklan Politik: Sekedar Untuk Menaikkan Popularitas


Merujuk pada Firmanzah dalam buku Marketing Politik, iklan politik yang ada di Indonesia baru sekedar untuk menimbulkan citra politik, untuk membedakan atau mendiferensiasikan antara satu kandidat atau parpol dengan kandidat atau parpol yang lain. Diferensiasi ini dapat berakibat pada terjadinya perang citra antara satu kandidat atau parpol dengan kandidat atau parpol yang lain.

Tercermin dari keseluruhan iklan politik yang penulis angkat di atas pada hakikatnya hanya bertujuan untuk meningkatkan citra dan popularitas masing-masing tokoh politik untuk Pemilu dan Pilpres 2009. Sehingga yang terjadi hanyalah perang citra. Bagaimana satu iklan yang ada ditujukan untuk menaikkan citra salah satu tokoh, tapi dalam kesempatan yang sama juga menurunkan citra tokoh lain. Misalnya, iklan Wiranto dan Prabowo yang ditujukan untuk menaikkan citra dan tentunya tingkat popularitas mereka. Pada waktu yang bersamaan, materi iklan keduanya merupakan kritik terhadap Pemerintahan saat ini. Sebagai Presiden tentunya SBY-lah sasaran tembak keduanya.
Citra politik ini tidak selalu mencerminkan realitas objektif. Suatu citra politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak riil, imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Citra politik dapat diciptakan, dibangun dan diperkuat. Citra politik dapat melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat.
Keadaan ini dapat pula kita lihat dari iklan politik yang ada. Di mana selama ini iklan politik baru ditujukan untuk menaikkan citra seseorang, dengan cara apapun. Sehingga kemudian, banyak iklan politik yang ada melekatkan citra seseorang tokoh politik, dengan citra yang tidak riil. Para tokoh politik tersebut dalam iklan mereka ditampilkan seolah-olah sebagai tokoh yang berjasa besar bagi publik, seolah-olah telah melakukan kontribusi besar bagi bangsa, seolah-olah tanpa cacat, padahal dalam kenyataannya nol besar. Belum ada satupun kontribusi tokoh tersebut bagi bangsa. Bahkan parahnya, tokoh tersebut telah secara nyata merugikan bangsa di masa lalu.

SB misalnya, dalam realitanya ia hanya merupakan seorang pengusaha batik yang kemudian menjadi ketua umum PAN. Belum pernah ada dalam ingatan kita, kontribusi SB seperti kontribusinya Chairil Anwar yang telah memberikan puisi-puisi penyemangat bagi pahlawan Indonesia. Atau seperti Soe Hok Gie yang senantiasa kritis mengkritik pemerintahan Orde Lama saat itu melalui tulisannya. Dan juga seperti Harry Roesli yang melantunkan nyanyian-nyanyian berisi kritikan terhadap pemerintah. Tidak pernah tercatat sedikitpun bahwa SB adalah penulis puisi, esai ataupun penyanyi, seperti ketiga nama yang ia catut dalam iklan politiknya. Bahwa ia adalah seorang pengusaha batik yang kemudian menjadi ketua umum parpol, memang benar adanya. Namun tidak lebih dari itu. Di sini dapat kita lihat, bahwa moto hidup adalah perjuangan-nya SB hanyalah sebuah imajinasi yang ingin diciptakan dan dibangun SB kepada masyarakat, untuk seolah-olah menjadi sebuah realita.

Sama dengan iklan politik milik Prabowo Subianto, apakah sebelum hadirnya iklan politik Prabowo masyarakat telah mengenal Prabowo sebagai seseorang yang memiliki konsern terhadap pedagang pasar dan petani. Atau pertanyaan yang lebih mendasar adalah, apakah dalam kesehariannya Prabowo juga belanja di pasar tradisional. Adalah sebuah kenyataan bahwa di atas pengakuannya sebagai pembela petani dan pedagang, Prabowo hidup dengan gaya mentereng, jauh berbeda dengan kaum yang hendak dibelanya. Akhirnya –lagi- publik dibuat kecewa dengan kenyataan bahwa iklan politik yang dibuat Prabowo adalah sekedar imajinasi yang hendak dibuat riil. Adapun kenyataan riil yang melekat di masyarakat adalah dirinya sebagai Panglima Kostrad di tahun 1998, Prabowo bertanggung jawab atas hilangnya mahasiswa saat itu. Namun akhirnya publik melupakan hal ini, sebab Prabowo telah berhasil ‘meninabobokan’ publik dengan imajinasi barunya.

Imajinasi politik serupa juga hendak ditanamkan Wiranto, yang seolah-olah paham benar dengan penderitaan rakyat dengan adegannya makan nasi aking. Padahal, Wiranto dinilai bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Timor-Timur dan tragedi Mei 1998. Sama seperti yang lainnya, Wiranto mencoba menjadi superhero dalam iklannya agar rakyat lupa. Iklan politik SBY juga sama, hanya ditujukan untuk menaikkan popularitas dan membuat imajinasi yang seolah riil. Meskipun SBY secara ekonomi dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan presiden sebelumnya, tetap saja keadaan ekonomi Indonesia masih buruk. Tidak se-ideal gambaran SBY di dalam iklan politiknya.

Iklan Politik PDIP : Munculnya Perang Wacana

Meskipun keseluruhan iklan politik yang ada mencoba untuk membawa gagasan baru untuk Indonesia, namun pada hakikatnya tujuan kesemuanya adalah sama : yakni untuk memperbagus citra dan meningkatkan tingkat popularitas. Akan tetapi, ada yang berbeda dengan iklan terbaru PDIP yang menjabarkan mengenai program 100 hari Megawati Soekarnoputri jika terpilih sebagai Presiden. Dengan tag line ‘Perjuangkan Sembako Murah’, ada enam langkah kebijakan yang dijanjikan akan ditempuh dalam upaya untuk mewujudkan sembako murah, yaitu:
• Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil
• Mempercapat perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi
• Menyediakan pupuk dan bibit murah yang berkualitas
• Meningkatkan operasi pasar untuk menurunkan harga sembako
• Memperkuat koperasi petani, lumbung pangan dan membangun Bank Pertanian
• Mengenadlikan impor sembako yang merugikan petani dan nelayan
Terlepas dari tujuan iklan politik yang memang tidak dapat dilepaskan untuk meningkatkan tingkat popularitas, namun iklan politik ini menawarkan sebuah gagasan baru mengenai perang wacana. Jika iklan yang ada selama ini sekedar perang pencitraan. Maka PDIP mencoba menabuh genderang dimulainya perang wacana, yang menitikberatkan iklan politik terhadap sosialisasi kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan oleh kandidat terpilih. Meskipun poin-poin yang ada di iklan tersebut masih penuh tanda tanya untuk merealisasikannya, namun patut diapresiasi bahwa iklan politik ini sebagai momentum awal kemunculan iklan politik lain yang juga menawarkan wacana penyelesaian terhadap masalah bangsa.

Sebagai respon atas iklan PDIP, diharapkan muncul pula iklan-iklan politik serupa, yang secara konsern dan detil menawarkan konsep-konsep yang akan membawa perubahan bagi bangsa. Jika dengan ekonomi kerakyatan yang bernuansa sosialis, PDIP menawarkan perbaikan bangsa dengan menawarkan kebijakan yang berpihak pada petani. Lalu, yang ditunggu saat ini adalah apa konsepsi yang akan ditawarkan partai dengan nuansa ekonomi liberal, nasional relijus atau Islam. Melalui iklan politik yang seperti ini, yang menawarkan konsepsi-konsepsi baru bagi perbaikan bangsa, rakyat akan tercerdaskan karena ikut diajak berfikir untuk memikirkan solusi masalah bangsa. Akhirnya nanti pilihan rakyat jatuh pada parpol ataupun kandidat yang mampu menyuguhkan wacana terbaik untuk perbaikan bangsa. Tidak lagi pada kandidat atau parpol yang berhasil mencitrakan dirinya dengan baik. Sehingga tidak ada lagi kandidat yang terpilih karena wajah gantengnya, wibawa yang seolah-olah terpancar dari dalam dirinya, atau bahkan sekedar senyum manisnya.

Berkaca pada iklan politik yang ada di negara maju seperti AS, menurut Bowers (1972) yang meneliti iklan politik calon presiden di surat kabar 23 negara bagian kebanyakan iklan politik yang berfokus pada isu lebih dominan dibandingkan dengan personalitas. Sama halnya dengan iklan politik di televisi, menurut Joslyn, iklan politik yang berfokus pada isu mencapai 60-80 persen daripada citra kandidat. Merujuk pada Indonesia, sebagaimana diulas di atas, iklan politik yang ada hanya sekedar ditujukan untuk meningkatkan citra kandidat. Sosok kandidat sebagai superhero bagi rakyat yang sedang kesusahan jauh lebih banyak ditampilkan ketimbang wacana perubahan yang ditawarkan kandidat tersebut. Sehingga akhirnya, jika kita secara cerdas lebih jauh mencerna iklan politik yang ada, kita hanya akan dibuat tertawa. Sebab iklan politik yang ada benar-benar hanya merupakan dagelan politik, yang sebenarnya tidak lucu. Hanya merupakan rekayasa, sebab tidak ada citra yang ingin ditampilkan kandidat tidak memiliki korelasi dengan isu yang dibawanya. Melihat iklan politik pada akhirnya sama seperti melihat orang memakai jas hujan di tengah hujan terik. Maka mari mendorong dan menekan para kandidat yang ada untuk ikut serta menyumbang konsepsi mereka bagi perubahan dan perbaikan bangsa.
Wallahua’lam bisshowab

Sumber Tulisan :
1. Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007)
2. http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080923269/Iklan-Politik-Simbol-Ketidakpekaan-Elite.html
3. http://www.habibiecenter.or.id/index.cfm?menu=publikasi&fuseaction=publikasi.detail&detailid=191&bhs=ina

Minggu, 30 November 2008

Just Face It!

Seorang teman berkata padaku :

Saat kau berdoa, meminta pengharapan pada Tuhanmu, meminta kekuatan dalam menjalani kehidupan, juga dalam menapak takdirmu,
Maka ingatlah selalu, bahwa :

“Jangan pernah meminta kehidupan yang mudah,
berdo’alah agar menjadi orang yang kuat dalam hidup. Sehingga dalam kehidupan yang bagaimanapun, yang bahkan kau tak pernah sanggup membayangkannya, Tuhan memberikan kekuatan yang banyak padamu.
Juga jangan pernah memohon tugas yang sebanding dengan kemampuanmu, berdo’alah memohon kekuatan yang sebanding dengan tugas-tugasmu. Sehingga nantinya jika kita dititipkan tugas-tugas luar biasa banyaknya, yang bahkan hitungan jari kita tak sanggup untuk menghitungnya, kita memiliki kekuatan untuk menjalankannya”


Seorang adik berkata pada saya, ketika saya bertanya, mengapa cobaan kerap mendatangi seseorang tanpa henti, dan terkadang ia datang dari segala penjuru dan bersamaan :

“Cobaan itu pada hakikatnya adalah suatu pembuktian, bahwa orang yang tengah dicoba itu adalah orang-orang pilihanNya. Terpilih. Sebab Tuhan hanya memilih orang-orang tertentu untuk dicoba dengan amat sangat berat. Jadi berbahagialah dengan cobaan, sebab ia menandakan keterpilihan kita sebagai hamba pilihan”




Ada orang bijak mengatakan bahwa :

“Pohon yang selalu terkena hujan, badai, petir, terik matahari, dan sulit untuk mendapatkan makanan akan menjadi pohon yang kuat. Sebab ia hidup dengan tidak mudah, ia hidup di keadaan yang serba terbatas, namun justru dengan itulah ia mampu hidup dan berubah menjadi kuat. Namun pohon yang selalu mudah mendapatkan matahari, selalu terlindung dari hujan dan badai akan menjadi pohon yang lemah. Sebab ia selalu mendapati kemudahan dalam hidup. Keterbiasaan akan kemudahan itu pada akhirnyalah yang melemahkan dia.”

Maka yang saya ingin katakan disini adalah,
Bahwa pada dasarnya, setiap cobaan yang tengah menghampiri kita,
Kapanpun, dimanapun, pada dasarnya adalah proses untuk membentuk diri kita menjadi individu yang kuat,
Percayalah,
Seperti percayanya kita pada kepompong, bahwa kelak ia akan menjadi seekor kupu-kupu yang indah.
Maka anggaplah masalah yang kerap menghampiri kita, yang bahkan tiada henti, merupakan proses untuk menjadikan kita seekor kupu-kupu cantik

Namun tetap diingat, bahwa dalam menghadapi masalah, kita tetap harus berusaha sekuat tenaga dengan seluruh tenaga yang ada, dengan seluruh kekuatan yang tiada berbatas.

Saya jadi teringat snow in sahara yang jadi penyemangat Lintang si Laskar Pelangi saat ia tengah menghadapi masalah :

“Si la poussiere emporte tes reves de lumiere
Je serai ta lune, ton repere
Et si le soleil nous brule
Je prierai qui tu voudras
Pour que tombe la neigi au sahara”

”Jika harapanmu hancur berkeping-keping
Aku akan menjadi bulan yang menerangi jalanmu
Matahari bisa membutakan matamu
Aku akan berdoa pada langit
Agar salju berderai di sahara”


Jadi,
ketika harapanmu hampir sirna, teruslah berusaha dan berdoa, karena kita tidak tahu bahwa terkadang Tuhan bahkan akan menurunkan salju di Sahara, untuk kita, untuk orang-orang terpilih –pilihanNya-, itu semua tentunya karena usaha kita yang tiada pernah putus dan bibir yang senantiasa memuji asma-Nya. Dan saya juga akan berdo’a untukmu –selalu- , agar salju di sahara akan turun pula untukmu, -semoga-.



Namun, kadang bahkan dengan usaha terkuat kita, Tuhan tetap saja memberikan kegagalan.

Untuk ini, saya jadi ingat tulisan saya di sebuah Desember 2007, untuk seorang teman yang dilanda kemurungan :

”Jangan pernah menoleh untuk melihat matahari yang sedang tenggelam
Atau laut yang tengah berombak murka
Atau langit yang tengah kelam karena mendung yang merudung
Atau ketika cinta memutuskan untuk berhenti bernafas, berhenti berbicara padamu

Jangan pernah menoleh untuk kehidupan yang tengah kelam merudungmu....

Cukup berdiri tegak
Menangis sejenak
...
Tapi tetap tegakkan kepalamu
Dan tetap melangkah ke depan
Sematkan sejumput semangat di dadamu
Biarkan jiwamu membara

Dan jangan pernah sekejap pun menoleh
Meski untuk sejenak”

Sehingga pada intinya, just face it untuk setiap masalah yang mendatangi kita, teruslah berusaha untuk apapun itu, untuk meraih impianmu. Namun ketika itu gagal, jangan pernah bertanya-tanya mengapa Tuhan memberikan kegagalan, juga jangan pernah –sekalipun- untuk menengok kebelakang. Teruslah menatap ke depan. Masa depan. And be happy :)



Ahad, 30 November 2008
@ home
Dedicated to : my lovely sista Nisa, juz trust me, “cobaan yang kerap mendatangimu itu merupakan bukti cinta-Nya, dan jangan pernah menyalahkan dirimu atas ini semua”. Azizah untuk sms manisnya, n adik ‘kecil’ Izhar untuk sms penyemangatnya.

Menatap Ke depan

Tataplah hidup yang ada di depan
Hanya yang ada di depan
Jangan pernah sejenakpun,
Meski hanya sejenak,
Menengok kebelakang,
Pada masa lalumu,
Karena sungguh,
Itu hanya akan melemahkan,
Membuatmu rapuh,

Tataplah hidup yang ada di depanmu,
Selalu,
Biar ia yang jadi penyemangatmu,
Untuk membentuk kerajaan mimpimu menjadi kenyataan,
Biar ia yang jadi pangeran berkuda putihmu,
Yang selalu siap menolongmu di saat kau jatuh dan rapuh dalam hidup,
Hanya ia yang mampu,
Masa depanmu.

Ahad, 30 November 2008
@ my home, ohhh tulisan iklan politikku harus jadi malam ini juga!!!

Jumat, 28 November 2008

Mari Tidak Sekedar Melihat Indonesia

Pernahkah kita,
dalam rentang usia kita,
memikirkan sejenak tentang bangsa kita?
Indonesia kita?

Tentang kemiskinan, yang sepertinya tak lelah menemani bangsa ini,
Soal kelaparan yang masih saja kerap ada, padahal Indonesia negara agraris,
Tentang jutaan pengangguran, padahal bangsa ini terkenal kaya akan sumber daya alam,
Soal korupsi yang masih terus ada di dalam birokrasi Indonesia, padahal reformasi telah lahir
Tentang perdagangan anak dan wanita, padahalbangsa ini terkenal sebagai bangsa yang beradab,
Soal kekerasan, yang setiap harinya menghiasi layar televisi

Pernah kita sejenak,
berfikir untuk tidak sekedar berfikir saja,
namun berkontribusi untuk bangsa ini?

Mari bersama,
tidak sekedar berfikir saja,
namun mulai mencinta bangsa ini,
dengan kontribusi nyata kita,
dengan apapun dan sekecil apapun!

Minggu, 23 November 2008

Nabi Yusuf AS dan Nabi Ya'kub AS

Kalo ada yang bilang November ceria,
yuppi mungkin ini November ceria,
bagi saya...

Karena bagi saya November ini adalah sebuah permulaan bagi saya,
permulaan besar tepatnya,
untuk pencapain mimpi-mimpi besar saya,
untuk merintis jalan kebahagiaan dunia dan akhirat saya,
yuppi...
kalo kata Cake : "I Will Survive"

Tentang kisah permulaan hidup saya di November ini,
saya jadi teringat kisah Nabi Yusuf AS dan Nabi Ya'kub As :

"Di saat nabi Yusuf menceritakan ihwal mimpinya kepada ayahnya nabi Ya'kub mengenai bersujudnya sebelas bintang, matahari dan bulan kepadanya. Nabi Ya'kub sudah mengetahui bahwa kelak Yusuf akan menjadi seorang nabi. Dan sebelum menjadi nabi, Yusuf akan mendapat banyak rintangan, hambataan dan rentetan permasalah.

Singkat cerita, benarlah apa yang ditakwilkan oleh nabi Ya'kub mengenai mimpi nabi Yusuf. Sebelum menjadi nabi, karena kedengkian saudara-saudaranya nabi Yusuf dimasukkan ke dalam sumur, dst.

Apa yang dilakukan oleh nabi Ya'kub? Meskipun nabi Ya'kub yakin bahwa nabi Yusuf belum meninggal, karena takwil mimpinya tersebut, namun nabi Ya'kub tetap menangis. Terus menerus dalam kesedihan, hingga akhirnya kedua matanya buta.

Namun apa yang dilakukan nabi Yusuf? Nabi Yusuf justru progresif dengan hidupnya. Keyakinannya atas kesuksesan hidupnya, akan takdirnya menjadi seorang nabi, membuatnya survive dalam menjalani hidup. Meski cobaan yang Alloh berikan kepada nabi Yusuf sebegitu dahsyatnya."

Apa ibroh kisah ini bagi saya?
Atau mungkin bagi kita semua?

Bahwa pada intinya,
di setiap mimpi akan kesuksesan kita,
di setiap keyakinan akan takdir-takdir indah yang Alloh telah siapkan untuk kita,
cobaan yang kini melanda kita,
menyapa, menghampiri, dan menemani kita,
pada intinya merupakan sekedar pengantar untuk akhir yang bahagia...
sekedar teman, untuk akhirnya kita sampai ke gerbang kenyataan akan mimpi besar kita,

Dan untuk mencapai titik itu,
kita diberikan dua opsi :
terlalu bersedih seperti sedihnya nabi Ya'kub atas cobaan yang menimpa kita, padahal kita tahu dibalik kesedihan itu Alloh telah menyediakan kebahagiaan yang tiada besar kiranya,
atau progresif seperti nabi Yusuf, terus survive dalam hidup, melanjutkan rencana-rencana hidup kita yang lain, bersegera melakukan hal-hal besar.

Maka saya memilih untuk seperti nabi Yusuf,
tetap progresif di segala keadaan,
suka dan duka,
dan memilih justru November ini adalah November ceria bagi saya,
momentum baru bagi realisasi atas mimpi-mimpi besar saya...
Yup... sambil terus bermimpi besar, dan tak lupa senantiasa berdo'a pada-Nya,
agar senantiasa menjaga saya,
menjaga semangat saya,
dan tentunya,
merealisasikan mimpi saya.

Allohumma amiin
Semangat!

Minggu, 16 November 2008

OBAMA DAN PEMIMPIN MUDA KITA

Terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat yang berkulit hitam pertama dalam usia muda (47 tahun) merupakan sebuah momentum menguatnya gagasan kepemimpinan muda di Indonesia. Kondisi ini cukup menarik untuk dijadikan rujukan Indonesia yang akan melakukan transisi kepemimpinan (pemilihan capres). Bahwa bangsa yang tengah berada dalam krisis yang berkepanjangan ini perlu melakukan perubahan secara masif untuk bangun dari keterpurukan. Salah satunya adalah dengan memunculkan pemimpin muda sebagai alternatif dari ‘muka-muka’ lama yang ada.

Usia Muda Merubah Negara
Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu mendobrak kondisi saat ini, dengan membawa kebijakan progresif yang mampu membawa Indonesia maju. Tentunya pemimpin ini tidak lahir dari sistem status quo, juga bukan berasal dari mereka yang melahirkan status quo. Pemimpin ini idealnya datang dari kalangan kaum muda, sebab di usia mudalah gagasan progresif datang, di usia mudalah seseorang mampu melakukan perubahan secara massif dan pastinya ini dikarenakan mereka belum terkungkung dengan kenyamanan status quo.
Perubahan besar oleh pemuda dapat kita lihat pada Iran yang dipimpin seorang presiden muda Ahmadinejad, yang mampu menentang hegemoni AS. Venezuela dengan Hugo Chavez-nya melakukan pembaharuan multiprogram sosial ekonomi hingga merembet di neger-negara latin. Ada pula Evo Morales presiden Bolivia yang melakukan nasionalisasi migas yang membuat perekonomian negaranya berkembang pesat. Kesemua pemimpin negara tersebut tidak hanya muda, namun mampu memberikan perubahan besar-besaran terhadap negaranya. Idealnya dalam momentum pemilihan capres 2009 Indonesia mampu melakukan hal serupa.

Pemimpin Muda Sebagai Pemimpin Alternatif
Indonesia butuh wajah baru untuk berubah menjadi lebih baik. Paling tidak untuk mampu seperti Iran di bawah Ahmadinejad, atau Venezuela di bawah Hugo Chavez dan Bolivia di tangan Evo Morales. Untuk itu Indonesia butuh pemimpin alternatif, dalam di luar yang pernah berkuasa memimpin negeri ini dan tidak memiliki keterkaitan dengan ‘dosa-dosa’ masa lalu. Maka jelas nama-nama seperti SBY, JK, Megawati ataupun Gus Dur tidak dapat masuk dalam kategorisasi ini. Pun dengan Wiranto, Prabowo, Sultan HB X. Wiranto dan Prabowo misalnya, banyak dikaitkan dalam beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada medio ‘97-‘98. Ini tentu menjadi catatan penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Pun Sultan HB X, meski memiliki catatan baik selaku satu dari empat tokoh yang dulu dikenal dengan sebutan Tokoh Ciganjur yang dianggap ikut membidani reformasi. Hanya saja fakta bahwa ketiga tokoh yang lainnya pernah merasakan tampuk kekuasaan eksekutif (Gus Dur dan Megawati) dan Legislatif (Amien Rais) barangkali memunculkan sinisme: Sultan memanfaatkan ‘giliran’.

Realitas Hukum dan Politik
Meski harapan akan munculnya pemimpin alternatif sedemikian besar, realitas menjadikan kehadiran kepemimpinan muda pada pemilihan presiden 2009 sulit untuk dilakukan. Ini mengingat pertama, secara hukum pasal 9 Undang-Undang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) mengenai batas minimum syarat pengajuan capres dari parpol yakni sebesar 20% kursi DPR atau 25 % suara sah nasional, menutup jalan munculnya pemimpin alternatif dalam Pemilu 2009. Ini dikarenakan hanya partai besar saja yang mampu untuk mengajukan capres, dan nama-nama yang beredar selama ini bukan dari kalangan muda.
Bahkan, jika sejumlah Parpol dan individu jadi mengajukan judicial review ke MK, penulis pesimis akan berhasil. Ini mengingat bahwa, MK sebagai guardiance of constitution terikat pada UUD 1945 dan sistem ketatanegaraan NKRI.

Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, yang oleh pasal 6 ayat 2 pengaturan lebih lanjut diatur dalam UU. Melihat bahwa pembatasan tersebut mengarah pada penyederhanaan parpol dalam upaya memperkuat sistem presidensil yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang dikehendaki konstitusi, kecil kemungkinan judicial review dikabulkan. Terlebih melalui gabungan parpol, parpol-parpol lain masih memungkinkan melaksanakan hak konstitusionalnya.

Kedua, banyak calon pemimpin muda yang ada berasal dari partai-partai besar dan kalah bersaing dengan para senior yang memiliki pengaruh politik lebih kuat dalam internal partai.

Ketiga, pemimpin muda yang ada muncul sekedar untuk mengisi wacana kemunculan pemimpin muda, namun mereka tidak secara serius menawarkan pemecahan konkret terhadap permasalahan-permasalahan yang tengah dihadapi bangsa.

Keempat dan yang menjadi sebuah ironi, pemimpin muda yang progresif yang berasal dari pergerakan sosial kemasyarakatan, meskipun memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin yang berpihak kepada rakyat, sulit untuk maju karena keterbatasan modal finansial dan rendahnya tingkat popularitas yang mereka miliki. Ini berpengaruh terhadap minimnya pula dukungan dari masyarakat terhadap mereka, di mana dalam alam demokrasi dukungan suara sangat dibutuhkan.

Kelima, partai-partai politik yang memiliki kemungkinan untuk mencalonkan calon presiden dari partainya sendiri rata-rata telah memilih capres yang akan mereka usung. Dan hampir sebagian besar calon tersebut merupakan wajah lama. Oleh karenanya, kemungkinan pemimpin muda untuk maju menjadi capres selain tertutup melalui jalur independen karena ketiadaannya aturan hukum, juga tertutup melalui jalur partai politik.

Berbicara Esensi
Hilangnya kesempatan pemimpin muda untuk tampil dalam kancah pilpres 2009 tidak seharusnya diikuti dengan absennya kalangan pemimpin muda dalam ajang demokrasi tersebut. Sebaliknya, meski kehilangan kesempatan menjadi kandidat capres 2009, namun mereka harus tetap mengawal perjalanan pilpres kali ini. Terlebih untuk memastikan, bahwa meskipun kandidat yang saat ini maju berasal dari golongan tua, namun mereka memang mampu dan pantas memimpin Indonesia.

Merujuk pada pemilu AS lalu, Obama terpilih tidak hanya karena dia muda, tetapi juga karena konsep kebijakan ekonomi yang ditawarkannya dianggap lebih baik oleh para pemilih. Jajak pendapat AP-CNN sebelum pemilihan menunjukkan Enam dari sepuluh pemilih menyatakan ekonomi merupakan isu terbesar melebihi satu dari sepuluh untuk perang Irak. 53% dari pemilih ini memilih Obama, unggul 9% di atas McCain (Yohanes Sulaiman, Sindo6/11/08, dari AP-CNN).

Obama menawarkan pajak progressif dengan pemotongan pajak bagi kelas menengah, menawarkan green energy untuk menjawab kebutuhan energi domestik yang sekaligus menyerap lebih dari lima juta pekerjaan baru, mengalihkan insentif bagi perusahaan Amerika yang membawa lapangan pekerjaan ke luar negara dengan kepada perusahaan-perusahaan yang membuka lapangan pekerjaan domsetik. McCain pun hadir tidak dengan tangan kosong, tetapi juga dengan sejumlah formula ekonomi yang jelas dan terukur meski tetap berpegang teguh pada trickle down effect kapitalisme, McCain menawarkan insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan besar untuk mendorong kemajuan ekonomi. McCain juga memiliki konsep asuransi kesehatan yang jelas, dan tetap dengan kebijakan energii konservatif yang ekspansif.

Intinya terlepas dari perdebatan tua-muda, keduanya telah menyiapkan secara baik dan matang kebijakan-kebijakan yang akan mereka realisasikan untuk AS.

Hal inilah yang mesti dipastikan terwujud di Indonesia. Pemimpin muda memiliki kewajiban memastikan hal itu terwujud. Dan yang terpenting adalah pemimpin muda perlu untuk menyiapkan dirinya untuk menjadi the next leader of Indonesia pada pilpres 2014, mulai dari sekarang.


Referensi: Wacana Suara Merdeka Edisi 6 Agustus 2008

Oleh: Fitria Nur Fadhilah dan Umar Badarsyah
(peneliti institute for sustainable reform -insure- jakarta)

MENYOAL PRIORITAS KERJA KPU

Iklim politik pasca reformasi 1999 menjanjikan terselenggaranya pesta demokrasi (pemilu) berjalan secara jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia (jurdil dan luber). Hal ini kemudian dibuktikan dengan ketiadaan intervensi dari pemerintah dalam mempengaruhi pemilih untuk memilih. Indikator lain adalah banyaknya partai politik yang menjadi peserta pemilu. Pemilu, sebagai sebuah tonggak demokrasi, pada pasca reformasi dapat dikatakan mendapatkan penghormatan yang tertinggi di Indonesia saat ini. Pelaksanaannya dianggap seolah ritual suci yang harus dilakukan agar demokrasi terselenggara secara ideal.

Adapun KPU sebagai sebuah lembaga penyelenggara pemilu juga mendapatkan penghormatan yang tinggi. Setelah sebelumnya pada pemilu 1999 KPU masih berisi dengan orang-orang partisan, di tahun 2000 dibentuklah KPU dengan format yang baru. Format baru ini mensyaratkan KPU menjadi independen dan bebas dari orang partai politik. Oleh karenanya dengan format seperti ini kedudukan KPU sebagai penyelenggara ritual tersuci dalam sistem demokratis ala Indonesia amatlah besar. Sebab hasil dari pemilu yang merupakan kewenangan KPU akan sangat mempengaruhi terciptanya iklim demokrasi di Indonesia. Adapun tanggung jawab KPU terletak dalam penyelenggaraan pemilu tersebut, apakah pemilu telah diselenggarakan dengan baik dan mekanisme jurdil luber dilakukan. Juga apakah berbagai mekanisme pemilu yang sifatnya administratif dan teknis berhasil dilakukan. Pada intinya, KPU memiliki peran yang besar dalam momentum penegakkan kembali tonggak demokrasi. Namun ada banyak pekerjaan KPU yang terbengkalai. Tulisan ini mencoba melakukan telaah bagaimana kinerja KPU mekehilangan prioritas kerjanya mampu menghambat proses pemilu 2009 yang akan datang.

Kinerja KPU
Amat disayangkan, KPU yang memiliki peran dan tanggung jawab besar terhadap terselenggaranya pemilu yang demokratis hingga saat ini belum menunjukkan tajinya. Kesimpulan ini penulis lihat dari pelaksanaan pemilu yang tinggal 5 bulan lagi, namun banyak pekerjaan KPU yang belum selesai dan malah ‘amburadul’. Selain itu, KPU juga sering melakukan kesalahan yang berulang, yang menunjukkan ketidakseriusan KPU dalam menjalankan tugasnya. Kesalahan yang dimaksud antara lain lolosnya beberapa caleg yang masih bermasalah secara administratif dalam daftar calon anggota legislatif (DCT), ralat pada DCT yang telah ditetapkan, setelah sebelumnya KPU meralat DCS berkali-kali. Bahkan ironisnya, dalam DCT yang ditetapkan KPU terdapat dua daerah pemilihan hilang, serta terdapat kesalahan pemuatan logo Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) pada kolom logo Partai Gerindra di seluruh daerah pemilihan. Banyaknya kesalahan yang berulang kali ini menunjukkan ketidakseriusan KPU dalam menjalankan tugasnya. Keadaan ini juga ikut diperburuk dengan ketiadaan DPT untuk daerah Papua Barat dan Luar Negeri. Dan dari DPT yang telah ditetapkan sekitar 12 persen pemilih belum terdata, ini tentunya akan menjadi masalah di kemudian hari karena partai politik dapat menggugat KPU terkait hal ini.

Pekerjaan Rumah KPU
Terkait dengan persoalan ketidakseriusan, dampaknya adalah menumpuknya pekerjaan rumah KPU, dan lanjutan dari menumpuknya pekerjaan rumah adalah rendahnya kualitas hasil pekerjaan. Buktinya, KPU hingga kini belum menetapkan pedoman pelaporan dana kampanye. Padahal di dalam UU terdapat kewajiban untuk melakukan audit terhadap dana kampanye. Tentunya ini merupakan sebuah kecerobohan, sebab selain akan menyebabkan berantakannya laporan dana kampanye karena tidak ada standar baku, juga akan menimbulkan banyak celah mengenai audit dana kampanye yang bisa ‘dimainkan’ oleh peserta pemilu 2009. Hal ini dapat berakibat pada banyaknya ‘dana siluman’ yang akan mengalir ke dalam pos-pos tim pemenangan partai.

KPU juga masih memiliki kewajiban untuk mengeluarkan beberapa aturan seperti penetapan format surat suara, tata cara memberikan suara, ketentuan sahnya pemberian suara dan sosialisasinya. Setelah penyusunan DCT dan format suara, KPU harus segera menyiapkan strategi sosialisasi kebijakan, khususnya pemberian suara, dan peraturan lainnya.

Bakal Masalah Baru : Kerja KPU Yang Serampangan
KPU juga harus memikirkan ‘bakal masalah’ yang akan muncul terkait beberapa kebijakan KPU yang diambil secara ‘sembrono’. Pertama, penetapan jumlah pemilih sebanyak 500 orang per TPS, di mana sebelumnya hanya 350 pemilih per TPS. Ini tentunya akan memperpanjang waktu penghitungan suara (hingga malam), sedangkan tidak seluruh daerah mendapatkan pasokan listrik yang baik (sering mati lampu di malam hari), ini menyebabkan resiko kesalahan akan besar. Ditambah lagi dengan mekanisme ‘contreng’ bukan ‘coblos’ yang tentunya menyita perhatian lebih dalam penghitungan suara.

Kedua, KPU perlu mewaspadai ikutnya perusahaan dan pengusaha yang tidak layak, yang pernah mengikuti proses pengadaan logistic pada pemilu 2004, agar tidak terpilih dalam pemilu kali ini. Sebab ketidaklayakan logistik pemilu akan mempengaruhi kualitas pemilu. Ketiga, tindakan KPU yang menyegerakan pelaksanaan tender logistik pemilu di saat DPT yang dikeluarkan KPU belum fix. Padahal sedikit saja penambahan ataupun pengurangan logistik dapat berimplikasi pidana (korupsi).

Kepergian KPU ke luar negeri
Meski kinerja KPU dalam mengurusi permasalahan pemilu dalam negeri ‘amburadul’, namun KPU masih tetap bersikeras melanjutkan sejumlah perjalanan ke luar negeri. Sejauh ini KPU telah melakukan kunjungan ke empat negara, masih ada 10 negara lagi (Filipina, India, Afrika Selatan, Mesir, Arab Saudi, Rusia, Perancis, Spanyol, Amerika Serikat, dan Kuba) yang akan KPU kunjungi hingga Desember 2008 nanti. Kenekatan KPU untuk tetap melakukan kunjungan luar negeri ini menjadi sebuah pertanyaan besar, mengingat bahwa jumlah pemilih di luar negeri tidak seberapa besar dibandingkan dengan pemilih dalam negeri. Sehingga tentunya kebutuhan perhatian anggota KPU terhadap masalah dalam negeri lebih tinggi dibandingkan luar negeri. Ditambah lagi sosialisasi pemilu di dalam negeri masih amat minim.

Berdasarkan paparan di atas, pada hakikatnya inti masalah dari amburadulnya kinerja KPU terletak pada ketiadaan prioritas kerja KPU. Beberapa hal penting yang seharusnya menjadi prioritas utama, justru dikesampingkan KPU, dengan mendahulukan hal lainnya yang sifatnya tambahan. Kunjungan KPU ke luar negeri, misalnya, meskipun KPU telah mendapatkan restu dari presiden untuk melakukan kunjungan, namun tidak lantas hal tersebut menjadi pembenaran KPU untuk tetap melakukan kunjungan, sementara beberapa permasalahan yang lebih utama dan penting lainnya terbengkalai. Oleh karenanya kenekatan KPU untuk melakukan kunjungan ke luar negeri ini tentu menjadi salah satu catatan penting ketiadaan prioritas kerja KPU.

Ketiadaan prioritas kerja KPU ini dapat berdampak serius terhadap kualitas pemilu. Dapat dikatakan demikian karena hal ini berdampak serius terhadap kinerja KPU yang cenderung lamban dan tidak bagus. Kinerja KPU yang tidak bagus ini dapat mengakibatkan rendahnya partisipasi pemilih dalam memilih. Secara struktur, akibat kelalaian KPU, 12 persen pemilih terindikasi tidak dapat memilih karena tidak terdaftar sebagai pemilih. Sedangkan secara kultur, buruknya kinerja KPU dapat menyebabkan pemilih enggan menggunakan hak pilihnya, karena menilai bahwa kinerja KPU yang meragukan menyebabkan tidak validnya hasil pemilu. Sehingga akan timbul anggapan bahwa memilih atau tidak memilih tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap hasil pemilu.

Adanya penurunan pemilih ini akan berakibat serius terhadap legitimasi masyarakat terhadap pemimpin yang dihasilkan. Mengingat bahwa dalam demokrasi berlaku asas one man one vote, maka semakin rendah jumlah pemilih, maka semakin rendah pula legitimasi masyarakat terhadap pemimpin terpilih.

Pergantian Anggota KPU
Buruknya kinerja KPU dalam mempersiapkan pemilu oleh berbagai kalangan ditanggapi dengan tuntutan pergantian anggota KPU. Beberapa kalangan menilai bahwa pergantian anggota KPU merupakan piliihan logis untuk menyelamatkan pemilu dan demokratisasi bangsa. Meskipun tidak ada jaminan bahwa dengan pergantian anggota KPU pemilu akan berjalan lancar, namun jaminan bahwa pemilu juga akan berjalan lancar jika tetap mempertahankan komisioner KPU yang terlanjur amburadul. Wacana pergantian anggota KPU ini juga muncul akibat dari berulangkalinya KPU melakukan kesalahan yang sama. Ini menunjukkan bahwa KPU bebal dan tidak mau belajar dari kesalahan.

Akan tetapi mengingat sedikitnya waktu yang tersisa menuju pemilu. Maka opsi pergantian anggota KPU dapat dikatakan tidak cukup realistis, dan justru malah akan memperburuk pemilu. Ini mengingat bahwa, pertama, pergantian anggota KPU akan memakan waktu yang cukup lama, sebab meskipun pemilihan anggota KPU merupakan wewenang DPR, namun kandidat yang calon anggota KPU ditentukan oleh presiden. Tentu proses ini akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan dua lembaga tinggi Negara yakni legislatif dan eksekutif.
Kedua, anggota KPU baru yang terpilih pasti akan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya. Dengan demikian, akan ada waktu yang tersia-sia akibat dari perubahan ini, padahal pelaksanaan pemilu sebentar lagi. Ketiga, tidak ada jaminan bahwa dengan pergantian anggota KPU, pemilu akan lebih baik dan berkualitas. Ini tentunya merupakan sebuah solusi gambling, dan beresiko tinggi terhadap konstabilitas sosial politik Indonesia.

Pembenahan Prioritas Kerja KPU : Opsi Realistis
Berdasarkan paparan di atas, maka opsi yang paling realistis untuk menghasilkan pemilu yang berkualitas adalah dengan jalan melakukan pembenahan terhadap prioritas kerja KPU. Sehingga diharapkan bahwa dengan membaiknya prioritas kerja yang disusun oleh KPU, maka kinerja KPU akan membaik pula.

Akan tetapi kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana melakukan pembenahan prioritas kerja KPU, sementara internal KPU sendiri merasa bahwa tidak perlu dilakukan pembenahan prioritas kerja. Maka tugas ini selanjutnya adalah merupakan tugas seluruh pihak yang menginginkan adanya pemilu yang berkualitas, yang tidak sekedar pemilu berharga tinggi. Semua pihak, baik masyarakat, LSM, partai politik, DPR, bahkan presiden harus mau dan ikut campur tangan dalam memantau kinerja KPU, demi terciptanya pemilu pemilu yang berkualitas.

Masyarakat sebagai tulang punggung demokrasi, harus secara jeli mengawasi KPU, contoh sederhananya adalah dengan memastikan dirinya telah terdaftar dalam DPT. Satu suara sangat berharga dalam demokrasi, karena one man one vote.
LSM sebagai lembaga yang dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, harus aktif dan vokal terhadap kinerja KPU. Mengingat bahwa LSM merupakan salah satu social control bagi KPU dalam menjalankan tugasnya, maka peran ini tentunya tidak boleh berhenti, meskipun KPU terkesan tidak peduli dan mengabaikan saran dan masukan LSM. Selain itu partai politik, sebagai pihak yang paling memiliki kepentingan terhadap KPU (hasil pemilu) juga harus turut serta dalam membenahi kinerja KPU. Sebab hasil pemilu sangat menentukan kelangsungan hidup partai politik kedepannya.

Pada intinya seluruh elemen yang ada di dalam masyarakat harus secara aktif memonitoring KPU. Ini ditujukan agar KPU konsisten dan fokus terhadap tugas yang diembannya. Dan tentunya hal ini dilakukan agar pemilu 2009 terselenggara dengan baik dan mampu menciptakan hasil yang baik pula.

Wallahua’lam bisshowab

Fitria Nur Fadhilah
(peneliti institute for sustainable reform)

Minggu, 26 Oktober 2008

Hujan dan Cinta

Hujan mengajarkan pada kita tentang cinta
ia bercerita tentang mendung yang menutupi langit di kala hujan luruh
Atau kisah tentang kelopak bunga yang merekah seusai hujan yang basah

Hujan mengajarkan kita tentang cinta
Bahwa semesta kadang-kadang terlalu luas untuk di tutupinya

Hujan mengajarkan kita tentang cinta
Bahwa
Seperti mendung yang menutupi
Seperti itupula cinta yang menutupi hati,
Sampai-sampai terkadang hampir-hampir tidak mampu untuk ditaungi
Seperti kelopak yang merekah
Seperti itupula jiwa yang tengah tersentuh
Seperti semesta yang terlalu luas
Seperti itupula cinta,
Terlalu luas untuk mendapat definisi, pembatasan atau bahkan sekedar memberi arti

17 Desember 2007

Berkaca pada cinta

Aku tengadahkan kepalaku
Meraba-raba pada cermin yang bernama cinta
Mencoba mencari bayanganku padanya.
Seperti langit yang menengadahkan wajahnya pada samudera
Tapi tak kutemukan satupun wujud bayangku di sana

Senin 24 Desember 2007