Senin, 19 Januari 2009

Tentang Kesenduan

Sepulang dari perjalanan kedua dari Lampung, seorang saudari saya meng-sms saya

“Fit, malam ini gw merasa sedih banget. Ada banyak hal yang terjadi yang membuat diri gw terluka. Tapi gw ga bisa bilang itu apa. Gw tahu saatnya pasti tiba. Tapi gw takut… Takut nerima semua itu… Ya Allh”
(12 Januari 2009, 00:57)

Saya bingung harus bilang apa. Karena saya tahu, dia hanya butuh untuk mencurahkan perasaannya bahwa ia sedang bersedih. Itu saja. Tanpa perlu saya berkomentar apapun, atau memberikan nasihat. Saya tahu, ia hanya perlu memberi tahu bahwa ia bersedih. Perasaan saya saat ini seolah-olah seperti Ronan Keating dalam “When you say nothing at all”, dalam konteks saya memahami sendunya dalam kediamannya, bukan hal yang lain dalam lagu tersebut.

Akhirnya, setelah membuat janji untuk bertemu dengannya, saya memberikan beberapa patah kata untuk menyemangatinya. Hal yang sama yang ia lakukan ketika saya sedang bersedih.

“Hujan masih turun,
Dan awan masih dengan setia kelabu.
Tampaknya juga tidak akan ada cahaya bulan malam ini, apalagi bebintang.
Tapi kuharap hatimu tidak sesendu hujan dan awan di malam ini.
Pun sendu,
Semoga Alloh memberikan kekuatan hati padamu untuk menjalani malam ini.”

“Kau tahu,
Hujan di tengah nyanyian kesenduannya sebenarnya merupakan puisi keberkahan dan hamparan rahmat-Nya.
Tentang nikmat Tuhan yang tiada henti, dan terus tersambung.
Seperti hujan malam ini,
Yang menyambungkan antara kemegahan semesta langit dan kerendahan bumi.
Sungguh luasnya nikmat Tuhan-Mu tidak terkira…
Maka yakinlah dengan segala nikmat-Nya diantara sendu yang kau punya…”

Ya… terkadang memang sendu datang tanpa permisi. Bahkan datang di saat sendu yang lain belum beranjak. Tapi yakinlah, bahwa sendu yang beruntun menerpa kita membuktikan keterpilihan kita sebagai hamba-Nya. Sebab Alloh tidak menimpakan masalah tanpa sebuah musabab, dan semoga ditujukan untuk mengangkat derajat kita sebagai hamba-Nya.

So, my luvly sista, juz remember :

“Kita ini perempuan milik-Nya…
Spesial…
Diturunkan dari lelangit untuk bumi…
Meski mungkin tidak secantik bidadari,
Namun ketabahan kita dalam menghadapi badai hidup membuat bidadari cemburu…
Maka jadilah perempuan yang penuh ketabahan…
Biar Tuhan tetap jadikanmu perempuan spesial…
Dan bidadari tetap cemburu padamu…”

(All poetry are written at halte komdak, 19.00. Selasa, 13 Januari 2009)
-dedicated to my lovely sista azz, I love U-

Tidak ada komentar: